SEJARAH MAULID SIMTHUDDURAR MASUK INDONESIA


MAULID SIMTHUDDURAR MASUK INDONESIA

KURIPAN DESAIN, Maulid Simthuddurar diperkirakan mulai masuk sekitar tahun 1920-an, dibawa oleh murid-muridnya yang dipelopori oleh Al-Habib Bin Idrus AlHabsyi dan diteruskan oleh Al-Habib Ali Bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang Jakarta. Mula-mula maulid ini lebih banyak dikenal di kalangan para Habaib. Namun dalam satu dua dasa-warsa terakhir mulai dikenal di kalangan luas. Bermunculan majelis-majelis maulid Al-Habsyi, berikut hadrah Banjarinya.  Acara-acara peringatan maulid, walimah (penganten atau khitan) dan tasyakuran mulai banyak yang diisi dengan pembacaan maulid Al-Habsyi – meski maulid Ad-Diba’i dan Al-Barzanji masih belum ditinggalkan. Begitu pula dengan majelis Haul.

Khusus majelis Haul ada yang unik. Di beberapa tempat, pembacaan maulid AlHabsyi dilakukan secara khusus, seusai shalat subuh. Ini mungkin terimbas atau meniru tradisi haul di Solo. Hanya saja, kalau di Solo majelis haul dan majelis mauled dilangsungkan pada hari berbeda, di tempat lain pada hari yang sama : paginya majelis maulid, siangnya majelis haul.

HUBUNGAN SIMTHUD DURAR DENGAN HADRAH AL-BANJARI

Simthud Durar sekarang begitu identik dengan hadrah Al-Banjari. Seringkali orang dibuat rancu antara keduanya, seolah keduanya dua hal tak terpisah : Majelis Habsyian ya majelis Banjari, majelis Banjari ya majelis Habsyian. Sebab, di mana dibacakan maulid Al-Habsyi, di situ pasti ada hadrah Banjari. Padahal kenyataannya Simthud Durar dan hadrah Banjari adalah dua hal yang berbeda, terlahir di daerah berbeda. Simthud Durar lahir di Sewun (Hadramaut), AlBanjari lahir di Banjarmasin (Kalimantan Selatan) sebelum orang setempat mengenal maulid tersebut.

Adapun pada majelis Maulid Al-Habsyi di haul Solo, sejak dulu dipakai rebana sebagai pengiring maqam (salawat sambil berdiri) atau lagu-lagu lain. Namun, rebananya bukan rebana Banjari, melainkan rebana khas Hadramaut. Terdiri atas empat rebana, bentuknya beraneka ragam : ada yang bulat, ada yang kotak (bujur sangkar), ada pula yang persegi lima. Ukurannya pun jauh lebih besar, yaitu berdiameter sekitar 50 cm. sehingga cukup berat.

Dan dalam perkembangan berikut keduanya berjalan beriringan. Saling dukung. Berkat Simthud Durar, hadrah Banjari sekarang dikenal secara lebih luas. Begitupun sebaliknya, dengan dukungan rebana Al-Banjari, yang notabene memiliki karakter terbuka terhadap lagu-lagu baru dan terhadap aransemen serta irama baru, Simthud Durar menjadi lebih cepat perkembangannya. Semoga bermanfaat dengan membacanya kita akan sejarah singkat mengenai perkembangannya Maulid Sinthud Durar ini.
Amiin Yaa Robbal 'Alamin.

Comments

Popular posts from this blog

LOGO KABUPATEN KEBUMEN - VEKTOR DAN CDR

BANNER LLHPB GERAKAN MENANAM POHON CDR FREE