SEJARAH SINGKAT MAULID SIMTHUDDURAR
Kuripan desain. Al Habib Ali bin
Muhammad bin Husein Al Habsyi penulis kitab mauled tersebut lahir di kota
Qasam, Hadramaut pada 24 Syawal 1259 H/1843 M. Habib Ali merupakan putra dari
pasangan ibunda Hababah Alawiyah binti Husein Al Jufri dan ayahandnya Habib
Muhammad bin Husein Al Habsyi. Ayahanda beliau termasuk mufti kota Makkah pada
masanya.
Pendidikan dan keilmuan Habib Ali
hasil dari hasil dari didikan kedua orangtuanya. Setelah berpindah dari kota ke
kota, akhirnya orang tua Habib Ali Al Habsyi menetap di Kota Seiwun, Yaman.
Beliau juga sempat menuntut ilmu ke Mekah yang menjadi tempat ayahandanya di
sana. Beliau menuntut ilmu selama tiga tahun dan setelah itu pulang ke Seiwun.
Sekembalinya ke Seiwun, Habib Ali Al Habsyi mendirikan masjid yang diberi nama
Riyadh dan mendirikan ribath atau pesantren. Pesantren tersebut merupakan yang
pertama kali berdiri di kawasan tersebut. Dari rubath Seiwun yang pertama di
Hadramaut itu beliau menyebarkan dakwahnya dan juga dikenal sebagai pengarang
kitab Maulid Simtud Durar.
Kitab maulid karangan Habib Ali
Al Habsyi itu, menurutnya berisi ringkasan sejarah Nabi Muhammad SAW yang
difokuskan dari masa sebelum dilahirkannya Rasulullah, masa kecil, perjalanan
hidup hingga ketika diutus olleh Allah SWT dan dibahas tentang Isra’ Mi’raj. Kitab
maulid Simtud Durar itu juga berisi tentang untaian mutiara tentang keindahan sifat-sifat
dan budi pekerti Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam.
Habib Ali mulai menyusun Maulid
Al-Habsyi pada usia 68 tahun. Yaitu pada 10 Shofar tahun 1322 H. Beliau tidak
menulis, melainkan mendiktekannya kepada putra sulungnya, Habib Muhammad bin
Ali. Dikte berlangsung dalam tiga majelis. Pada majelis pertama didikte bagian
khutbahnya saja. Usai mendikte, Habib Ali meminta Habib Muhammad membacakannya.
“Insya Allah aku akan segera menyempurnakannya,” kata Habib Ali. Dan benar,,
tak lama kemudian beliau menyuruh Habib Muhammad menulis lagi,
Selanjutnya Simthud Durar
disempurnakan pada majelis ketiga yang berlangsung pada hari Selasa awal bulan
Rabi’ul Awal pada tahun yang sama. “Maulid ini sangat menyentuh hati karena
baru saja selesai diciptakan,” kata Habib Ali seusai putranya membacakan seluruh
Maulid. Dan pada 10 Rabiul Awal tahun itu juga. Pada majelis ini Habib Ali menyempurnakan
karya yang sudah jadi. Kabarnya, setiap majelis pendiktean berlangsung singkat
(khafif). Untaian kata-kata yang merangkai Maulid meluncur begitu saja dari mulutnya,
mengalir bak aliran air. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Habib Ali sendiri, “Ini adalah ilham yang diberikan Allah kepadaku.”
ADAB MEMBACA MAULID SIMTUDUROR
Habib Ali bin Muhammad bin Husin
Alhabsyi telah menjamin barang siapa yg membaca maulid simtudhuror maka
kekurangan kekurangannya dalam ibadah, seperti ibadah para wali ALLAH yg tidak
mampu kita tiru, maka kelebihan kelebihan yg dimiliki para Wali tersebut akan
diberikan kepada yg membaca Maulid Simtudhuror utk menambal kekurangannya.
Habib Ali juga menganjurkan agar
kita menghafalkan maulid simtudhuror meskipun hanya 1 pasal sebagai bekal
menghadap Rasulullah. Karena dalam satu riwayat diceritakan oleh Habib Ali
bin Muhammad Alhabsyi bahwa ada seorang sholeh di kota seiwun berkata kepada
Habib Ali: “Wahai Habib Ali, ditengah pembacaan maulid simtudhuror, ada orang
sholeh yg melihat Rasulullah datang & hadir ketika Maulid Simtudduror
dibacakan.
Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi
berkata: "Barang siapa yg membaca maulid Simthudduror setiap malam Jum'at
atau malam senin maka kelak saat sakaratul maut Nabi Muhammad sendiri yg akan
hadir menuntun baca syahadat . Barang siapa berharap kefahaman ilmu
maka hendaknya ia menghafalkan Maulid atau menulisnya, jika seseorang
mengistiqomahkan dalam membaca Maulidku atau menghafalnya atau menjadikan
Wiridnya, maka akan ditampakkan padanya sirr Rasulullah. Aku yg menyusun Maulid
ini, aku pula yg mendiktenya ketika Maulid ini dibaca dihadapanku, maka
terbukalah pintu yg menghubungkan dengan Rasulullah.
============================
Limpahkan, Ya Allah
Semulia-mulia shalawat dan salam
Atas junjungan dan Nabi kami, Muhammad
Yang amat penyantun, amat penyayang
Semulia-mulia shalawat dan salam
Atas junjungan dan Nabi kami, Muhammad
Yang amat penyantun, amat penyayang
============================
LATAR BELAKANG PENYUSUNAN
MAULID SIMTHUDDURAR
Mengenai latar-belakang mengapa beliau menyusun Simthud
Durar, beliau berkata, “Sudah sejak lama aku berkeinginan untuk menyusun kisah
maulid. Sampai suatu hari anakku Muhammad dating menemuiku dengan membawa pena dan
kertas, kemudian berkata kepadaku, ‘Mulailah sekarang.’ Aku pun lalu memulainya.”
Sudah sejak lama Habib Ali menggelar majelis maulid di
tempatnya di Sewun, setiap tahun. Seperti diungkapkan cucunya, Habib Abdul
Qadir bin Muhammad bin Ali, majelis itu mulai berlangsung pada tahun 1296 H.
Yang dibaca saat itu adalah Maulid Ad-Diba’i. Sejak pertama kali digelar,
majelis ini mengundang banyak peminat. Jumlah mereka setiap tahun selalu
bertambah dan bertambah. Karena itu tempatnya pun dipindahkan dari satu tempat
ke tempat yang lain karena tempat yang lama tidak lagi menampung. Kalau
mula-mula di dalam ruangan, yaitu di ribath dan kemudian di Masjid Jami’,
selanjutnya acara dilangsungkan di tempat terbuka, yaitu di halaman Anisah.
Suatu kali, ketika sedang berziarah ke makam Rasulullah SAW di Madinah, Habib
Ali merasa dirinya tidak pantas menjadi cucu Rasul karena, menurut perasaannya,
beliau banyak kesalahan. Maka pecahlah tangisnya. Tiba-tiba beliau melihat
makam Rasul SAW pecah/terbelah, dan di sana ada sinar yang tembus ke langit.
Melihat itu, beliau langsung pingsan. “Sejak itu, beliau memiliki dorongan yang
kuat untuk menulis Maulid,” ungkap Ustadz Abdul Halim Mas’ud Pasuruan, mengutip
katakata almaghfur lah Habib Anis bin Alwi Al-Habsyi Solo.
Entahlah. Apa memang betul hal itu atau hal lain yang
menerbitkan dorongan di hati Habib untuk menyusun Maulid. Tetapi yang jelas,
cintanya kepada Rasulullah SAW yang sangatlah kuat dan mendalam. Dan cinta
mendalam itulah yang menurutnya, membuat Simthud Durar disukai oleh masyarakat.
“Pujianku kepada Nabi SAW dapat diterima oleh masyarakat. Ini karena besarnya
cintaku kepada Nabi SAW,” ujar beliau". Setahun setelah beliau mendiktekan
Simthud Durar, beliau membacakannya di hadapan khalayak pada majelis maulid. Ternyata tanggapan mereka sangat bagus. Maka
mulailah maulid ini tersebar luas di Sewun. Dari Sewun Simthud Durar terus menjalar,
hingga keluar dari batas-batas negara. Yaitu ke Mekah, Madinah, Afrika dan Indonesia.
Comments
Post a Comment