MENGENAL GUS ALI GONDRONG MAFIA SHOLAWAT
( KH. Drs. Mohammad Ali Shodiqin )
Figur Gus Ali Gondrong
Organisasi yang baik pasti mempunyai sebuah pemimpin yang dijadikan acuan, pedoman atau panutan di dalam menjalankan sebuah organisasi. Mafia Sholawat seperti yang sudah dijelaskan pada latar belakang di atas, mempunyai sebuah pemimpin atau panutan yang memprakarsai terbentuknya kelompok Mafia Sholawat ini. Pemimpin kelompok ini adalah KH. Muhammad Ali Shadiqin atau Gus Ali Gondrong.
Figur Gus Ali Gondrong yang adalah figur yang mempunyai pengaruh besar dalam terbentuknya kelompok Mafia Sholawat. Di mata para jamaahnya ia mempunyai aura yang kharismatik. Gus Ali Gondrong atau Abah Ali mempunyai dandanan yang berbeda jika dibandingkan dengan penceramah lainya. Jika penceramah lainya berdandan dengan memakai peci atau sorban, berpakaian putih, bersarung, agar terlihat rapi dan indah. Namun berbeda dengan apa yang ditunjukan Abah Ali ini.
Julukan “gondrong” memang melekat terhadap keseharian-nya. Julukan ini diberikan karena memang, ia mempunyai rambut yang panjang dan terurai. Menggunakan pakaian panjang, peci yang tinggi dan berwarna serba hitam, selalu digunakan pada saat mengisi pengajian. Cara berdakwahnya yang nyentrik, gaul, dan humoris menjadi kesan tersendiri terhadap jamaahnya. Kata loe, gue (aku, kamu) dan terkadang penggunaan.
Bahasa Inggris dalam penyampaian dakwahnya, juga digunakan untuk menyapa atau memberi motivasi kepada para jamaah di atas panggung. Selain itu, ciri khas Gus Ali saat di panggung lainya adalah, ia sering memainkan alat-alat musik, contohnya gitar (pada saat menyanyikan Mars Slank) dan Drum (saat mengiringi lagu Mars Mafia Sholawat). Metode pendekatan dakwah seperti inilah yang menjadikan para jamaah terutama anak-anak muda, senang dan selalu tertarik untuk mengikuti pengajian, dimanapun Mafia Sholawat diundang.
Penjelasan di atas adalah sedikit gambaran Gus Ali Gondrong pada saat sekarang ini. Dibalik sosok yang sangat “nyentrik” di mata para jamaahnya, ia juga mempunyai masa lalu, entah itu masa lalu yang baik ataupun buruk. Pada bagian pertama ini dijelaskan terlebih dahulu tentang siapa Gus Ali Gondrong, dari dulu hingga sampai sekarang ini.
Kelahiran dan Silsilah Keluarga
Gus Ali Gondrong lahir dari ayah yang bernama H. Abdul Rajak dan ibu yang bernama Hj. Suliah, pada tanggal 22 September 1973, di Grobogan, Purwodadi Jawa Tengah, pada hari Jumat pon, malam Sabtu Wage. Ia adalah anak kelima dari tujuh bersaudara, yang semuanya memang tercatat dan setia dalam menyampaikan dakwah agama Islam.Ketujuh anak tersebut ialah, anak pertama bernama Warti, kemudian Kusnaini, lalu Muhammad Rodli, Sumiati, Muhammad Ali Shodiqin, Ali Ghufron, dan terakhir Siti Masruroh. Kendati kedua Orang Tua beliau hidup dengan ekonomi pas-pasan atau menengah ke bawah, namun pendidikan adalah prioritas utama bagi lingkungan keluarganya.
Walaupun hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah, tidak menyurutkan semangat orang tuanya, untuk menyekolahkan Gus Ali dan ke-enam saudaranya, terutama di bidang keagamaan. Terbukti dari ketujuh anak mereka, tiga di antaranya berhasil meraih gelar sarjana dan saudara lainnya bersekolah di lembaga non formal, yakni nyantri di pondok pesantren.
Perjalanan Hidup
Tidak jauh berbeda dengan seorang anak pada umumnya, awal perjalanan pendidikan Gus Ali, dimulai dengan mengenyam pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Brati di Grobogan, dan lulus pada tahun 1985. Kemudian Ia melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah (MTS) Brati selama tiga tahun, atau lulus pada tahun 1988. Setelah itu Ia melanjutkan pendidikan pada jenjang yang setara dengan sekolah menengah atas di Pendidikan Guru Agama di daerah Mangkuyudan Solo, Jawa Tengah pada tahun 1991, saat umurnya menginjak 18 tahun. Pada waktu itu beliau juga nyantri di pondok pesantren yang diasuh oleh KH. Drs Lukman Suryani dan akirnya lulus di tahun 1993. Setelah itu, perjalanan pendidikan Gus Ali masih berlanjut, yaitu dengan melanjutan pendidikan di perguruan tinggi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang, mengambil Fakultas Syari’ah yang dijalaninya dari tahun 1993 sampai tahun 1997.Gus Ali selama hampir empat tahun, saat mengenyam pendidikan di Perguruan Tinggi IAIN Walisongo, ia juga terkenal aktif mengikuti kegiatan Organisasi, salah satunya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Bakat seni juga diperlihatkan Gus Ali sejak sekolah di MI. Terbukti dengan meraih juara II lomba Adzan se-MI di tingkat Kecamatan. Selain mengenyam pendidikan formal Gus Ali juga, belajar di MD (Madrasah Danniyah) dan di Pesantren Sendangguwo hingga tahun 1997. Hal ini dilakukan guna menambah pengetahuan dan lebih memperdalam ilmu tentang ajaran agama Islam.
Pada saat berusia 21 tahun, Gus Ali bertemu tambatan hatinya, Deni Widiawati, dan menikahinya pada tahun 1994. Dari pernikahan tersebut, Gus Ali diberikan karunia, tiga buah orang anak, yaitu terdiri dari dua putri dan satu putra. Mereka bernama Wahyu Amalia Adani (14 tahun), Khalimatus Sa’diyah (11 tahun), dan Muhammad Alwi AshShidiqy (9 tahun). Tidak lama, dari kelahiran anak yang terakhir, Gus Ali
berpisah dengan istrinya. Pada tahun 2008, Gus Ali akhirnya menemukan wanita yang berasal dari Demak. Wanita tersebut bernama Luluk Muhimatul Ifadah, yang juga merupakan salah satu santriwatinya. Dan sampai sekarang mereka berdua tinggal bersama anak-anaknya, di kediamannya yang beralamat di Jl. Supriyadi Gg. Kalicari IV No. 3 Semarang.
berpisah dengan istrinya. Pada tahun 2008, Gus Ali akhirnya menemukan wanita yang berasal dari Demak. Wanita tersebut bernama Luluk Muhimatul Ifadah, yang juga merupakan salah satu santriwatinya. Dan sampai sekarang mereka berdua tinggal bersama anak-anaknya, di kediamannya yang beralamat di Jl. Supriyadi Gg. Kalicari IV No. 3 Semarang.
Kegiatan
Semua pengalaman yang dimiliki Gus Ali saat menempuh pendidikan formal dan non formal, membuatnya ingin membagikan kepada orang lain. Dimulai dari cara berdakwah, dengan memberi perhatian lebih banyak terhadap anak-anak muda, atau orang-orang yang mengalami penyelewengan sosial. Mereka ditampung, lalu diberikan wawawan keagamaan. Perkembangan dakwah beliau akhirnya menjadi berkembang pesat sampai sekarang. Hal ini dibuktikan dengan diangkatnya beliau sebagai pengasuh atau penanggung jawab, dan menjadi kegiatan beliau sampai saat ini. Berikut beberapa kegiatannya :- Pembina Pondok Pesantren Roudlhotun Ni’mah di Semarang
- Pembina/Pengasuh kelompok Hadrah Semut Ireng (Semarang), Hadrah Mafiska (Karanganyar) dan Hadrah Rama Shinta (Madiun)
- Pengasuh Selapanan Majelis Dzikir dan Sema’an Qur’an MOLIMO Mantap (Mujahadah, Manaqib, Maulid, Mauidzoh, dan Mahabbah) yang diselenggarakan di Pondok Pesantrennya, di daerah Semarang.
- Pengasuh/ Pembina kelompok Majelis Mutiara Joko Tingkir.
- Pengasuh/Pembina Jamaah Sholawat Angundi Berkahing Gusti (ABG).
- Pengasuh/ Pembina pengajian SINAR MATA.
- Pengasuh dan penanggung jawab Kelompok Majelis Mafia Sholawat (Manunggaling Fikiran lan Ati Ing Dalem Sholawat) di Ponorogo.
Comments
Post a Comment