SEJARAH BERDIRINYA MAFIA SHOLAWAT



Sebelum Gus Ali Gondrong mendirikan Mafia Sholawat, ia terlebih dahulu mendirikan sebuah Pondok Pesantren yang bernama Roudhotun Ni’mah di kota Semarang. Pondok pesantren Roudlotun Ni’mah awalnya didirikan oleh Habib Alwi bin Ahmad bin Mukhsin Asegaf yang terletak di Kalicari Pedurungan Semarang. Singkat cerita pondok pesantren ini semakin lama santrinya mulai sedikit. Hingga pada tahun 1990 wafatnya pengasuh pondok tersebut, belum ada yang menggantikan, para santripun meninggalkan pondok karena tidak ada yang memimpin, dan pondok pesantrenpun akhirnya mengalami kekosongan dan menjadi angker



Pada salah satu ceramahnya yang disampaikan oleh Gus Ali, ia mengatakan bawa pendirian Pondok Pesantren berawal dari wangsit yang diterimanya dari Mbah Dalhar melalui mimpi pada waktu ia masih berusia 22 tahun. Mimpi itu menjadikan ia selalu berpikir dan sempat jatuh sakit. Singkat cerita ia bermimpi bertemu dengan Mbah Dalhar sebanyak tiga kali, dan dengan kejadian yang sama yaitu, membabat alas (menebang hutan) dan Mbah Dalhar berkata “iki ngko dadi pondok pesantren le”(ini nanti akan menjadi pondok pesantren nak).8 Karena mimpi itulah ia memutuskan untuk mencari lokasi Pondok Pesantren tersebut, dan pada akhirnya beliau menemukannya. Pondok Pesantren ini beralamat lengkap di Jl. Supriyadi Gg. Kalicari IV No.3 Pedurungan, Semarang. Pondok Pesantren Roudhotun Ni’mah berdiri pada bulan Juli tahun 1995 dan menjadi tempat awal mula dakwahnya dimulai.


Tempat-tempat seperti kafe, diskotik, tempat prostitusi, ia datangi untuk menyadarkan dan membimbing orang-orang yang ingin kembali ke jalan yang benar. Selain mendatangi tempat-tempat tersebut, ia juga sangat akrab dengan kehidupan yang ada di jalanan pada waktu itu. Keseharian dengan bertemu preman, anak jalanan, pengemis menjadikan ia secara mental memahami dan mengerti bagaimana kehidupan yang mereka jalani. Tidak jarang ia juga memberi makan, minum atau sekedar rokok kepada mereka. Pondok pesantren asuhannya memang memiliki santri yang mempunyai latar belakang yang kebanyakan berasal dari dunia hitam, seperti anak jalanan, mantan peminum, mantan pecandu narkoba, berandalan, mantan pejudi, mantan preman bahkan sampai Pekerja Seks Komersial (PSK). Santri-santri di pondok pesantren ini tidak hanya menerima pelajaran non formal saja, tetapi para santri juga  diperbolehkan untuk mengenyam pendidikan formal yaitu bersekolah di tingkat SD, SMP dan SMA.



Untuk membina akhlak dan mengalihkan kebiasaan para santrisantrinya, yang dulu memang mempunyai kebiasaan yang buruk, pondok pesantren ini mempunyai beberapa metode. Salah satunya adalah metode di bidang kesenian. Metode tersebut juga digunakan sebagai wadah ekpresi para santriwan dan santriwatinya di bidang seni, yaitu berbentuk musik dan tari. Di bidang musik, pondok pesantren ini mempunyai kegiatan pelatihan rebana dan di bidang tari, mempunyai pembinan pelatihan tarian Sufi. Dari pembinaan pendidikan pelatihan rebana, terlahirlah grup hadrah yang bernama Semut Ireng. Grup hadrah dan tarian ini menjadi bagian yang penting dari proses dakwah yang dilakukan Gus Ali dari majelis ke majelis.

Setelah mendirikan pondok pesantren, dan dakwahnya sudah mulai berkembang di kota Semarang, Gus Ali menjadi lebih aktif lagi untuk menyiarkan dakwah, hingga akhirnnya sampai di kota Ponorogo. Sebelum dideklarasikan terbentuknya Mafia Sholawat di Ponorogo, terdapat cerita dibalik terbentuknya Mafia Sholawat.



Sebelum bernama Mafia Sholawat, majelis ini sebenarnya sudah ada pada tahun 2010, dengan nama “Bodrek”. Bodrek adalah sebutan awal yang diberikan Gus Ali terhadap kelompok pada majelis ini. Gelar Bodrek diberikan, karena kebanyakan orang yang mengikuti pengajian Gus Ali adalah orang-orang yang masih bingung (ingin menjadi baik, namun belum menemukan wadah yang pas untuk mereka). Bodrek (bagi orang Jawa) juga dapat diartikan sebagai salah satu penyakit kepala, contohnya bingung, maka dari itulah istilah Bodrek digunakan Gus Ali agar orang yang merasa bingung dan banyak urusan agar dapat ikut pengajian dan mendapat obatnya.

Setelah berjalan tiga tahun, timbul gagasan dari Gus Ali untuk mengganti nama “Bodrek” dengan nama yang lebih fenomenal dengan keadaan sekarang ini. Kelompok tersebut dinamai dengan “Mafia Sholawat”. Singkat cerita Muhammad Ali Nurdin merupakan salah satu yang menjadi perintis Mafia Sholawat membantu Gus Ali. Muhammad Ali Nurdin bertemu langsung dengan Gus Ali, setelah acara di Hotel Latiban. Dalam perbincangan selanjutnya ada ide untuk membentuk sebuah majelis yang bertujuan untuk mengcover orang-orang yang selama ini di cap oleh masyarakat sebagai sampah Masyarakat. 



Awal mula mengapa majelis ini dibentuk, salah satunya juga karena rasa keprihatinan Gus Ali karena melihat perselisihan antara perguruan silat di Eks-Karisidenan Madiun, yaitu antara Persatuan Setia Hati Terate (PSHT)dan Sedulur Tunggal Ketjer (STK) Winongo, seperti penggalan wawancara berikut ini “Saya mempunyai keprihatinan di Ekskarisidenan wilayah Madiun tiap bulan Suro, antara PSHT terate dengan STK Winongo, selalu ada konflik dendam, padahal sama-sama PSHT-nya” (Ali Shadiqin, Wawancara 15 Desember 2017).

Rasa keprihatinan tersebut, membuat ia berfikir untuk menyatukan kedua perguruan silat tersebut, yaitu dengan cara menjadikan anggota dari kedua perguruan silat tersebut sebagai pengurus Mafia Sholawat. Alasan kedua kenapa Mafia Sholawat terbentuk adalah perbedaaan pandangan antara umat Islam satu dengan yang lain. Ia melihat bahwa perbedaan yang ditimbulkan ini akan menjadi bom waktu yang akan memecah belah NKRI.



Penggalan wawancara tersebut dapat diartikan, dengan adanya perbedaan pendapat di antara sesama warga Indonesia, terutama umat Islam, akan menjadikan Indonesia terpecah belah pada kemudian hari. Apalagi jika anak-anak muda yang belum mengerti dan memahai apa itu cinta terhadap tanah air. Menurutnya jika rasa Nasionalisme tidak ditumbuhkembangkan, lama-lama akan menggerus keutuhan bangsa ini. Alasan inilah yang membuat Gus Ali ingin menyadarkan dan memberikan semangat kepada umat islam, terutama anak-anak muda, dengan menanamkan rasa Nasionalisme, melalui pengajian Mafia  Sholawat. Penjelasan di atas memunculkan kata-kata yang diucapkan oleh Gus Ali, dan akhirnya menjadi pesan penting yang selalu ditekankan dan ditujukan kepada para jamaah dalam setiap pengajiannya. kata-kata tersebut yaitu “perbedaan itu tidak masalah, yang masalah itu ketika kamu membeda bedakan.


Mafia Sholawat dideklarasikan pada tanggal 9 November 2013 lebih tepatnya di Jalan Suromonggolo, Ponorogo. Pendeklarasian tersebut juga bertepatan untuk memperingati hari Pahlawan Nasional. Alasan Mafia Sholawat dideklarasikan di Ponorogo karena, adanya potensi minat anak-anak muda di Ponorogo terhadap pengajian-pengajian serta majelismajelis islami, sehingga mendorong Gus Ali untuk mendirikan majelis islami serta sholawat di kota Ponorogo.

Gus Ali juga terdorong dari keprihatinannya sendiri atas pergaulan anak-anak muda jaman sekarang, terlebih Ponorogo sendiri, yang sudah jauh dari norma agama dan budi pekerti yang sholeh dan sholehah, yang menjadikan ia semakin mantap untuk mendirikan majelis doa yaitu Mafia Sholawat tersebut. Pada saat majelis ini dideklarasikan, mereka mempunyai tujuan diantaranya yaitu, untuk perdamaian dan persatuan pemuda dan pemudi di Ponorogo dengan cara bersholawat

Comments

Popular posts from this blog

LOGO KABUPATEN KEBUMEN - VEKTOR DAN CDR

SEJARAH MAULID SIMTHUDDURAR MASUK INDONESIA

BANNER LLHPB GERAKAN MENANAM POHON CDR FREE